Melihat
kedamaian dan keamanan dunia terancam oleh arogansi manusia dan sifat tamak
serta rakus akan khazanah materiil semata, maka Allah telah mengirimkan
utusan-Nya, sang Khatamun
an-Nabiyyin (saw)
untuk memberikan khabar suka dan peringatan kepada umat manusia bahwa tujuan
hidup manusia adalah hanya untuk mengabdi kepada-Nya. Sosok beliau (saw)
sebagai rahmatan lil
‘âlamîn (rahmat
bagi semesta alam) telah
memberikan teladan sempurna bagaimana seharusnya umat manusia dapat bersatu
untuk bersama-sama menyembah kepada Tuhan Yang Esa, serta mewujudkan kedamaian
secara global.
Sebagai
pribadi yang telah dijanjikan kedatangannya oleh Allah Ta’ala sebagai wujud
yang akan membawa perdamaian dan keamanan di dunia, maka teladan beliau (saw)
sendiri sebagai buktinya bahwa beliau (saw) memang layak menyandang predikat
tersebut. Misi yang beliau (saw) emban dari Allah Ta’ala sebagai rahmatan lil ‘âlamîn,beliau (saw)
implementasikan secara sempurna dengan menyebarkan ajaran yang beliau (saw)
bawa dengan cara-cara yang damai. Di dalam al-Quran, Allah Ta’ala berfirman :
Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(an-Nahl
[16]:125)
Di
dalam ayat ini Allah Ta’ala telah memberikan petunjuk bahwa dakwah harus
dilakukan dengan mengedepankan cara-cara yang damai dan bijaksana. Dan hal ini
telah menjadi spirit bagi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah (saw) dan
para sahabat (ra). Selama 13 tahun beliau (saw) berdakwah di Mekkah menjadi
bukti nyata bahwa Islam tidak pernah dipaksakan kepada siapapun. Karena tugas
beliau (saw) hanyalah sebagai penyampai amanat Ilahi saja. Hal ini sangat
kontradiktif dengan tuduhan-tuduhan yang dilancarkan oleh para orientalis barat
yang menuduh Islam disebarkan dengan cara paksaan dan kekerasan. Periode dakwah
Islam di Mekkah menunjukkan bahwa umat Islam lah yang justru menjadi korban
kezaliman dan aniaya dari orang-orang Quraisy Mekkah.
Mirza
Basyiruddin Mahmud Ahmad dalam bukunya Life Of The Holy Prophet Muhammad
menyebutkan bahwa Islam adalah
tantangan bagi orang-orang kufar Mekkah, dan mereka menerima tantangan
itu, sebagaimana musuh nabi-nabi senantiasa menerima tantangan nabi-nabi
mereka. Mereka memutuskan untuk menghunus pedang dan menghancurkan, daripada
menghadapi alasan dengan alasan, bahkan mereka berupaya menghancurkan ajaran
yang dianggapnya berbahaya itu dengan kekerasan. Sehingga dalam beberapa riwayat
disebutkan begitu sadis dan kejamnya mereka menganiaya Rasulullah (saw) dan
para pengikutnya. Wanita-wanita
dibunuh secara biadab. Laki-laki disembelih. Budak-budak belian yang telah
menyatakan iman kepada Rasulullah s.a.w. dihela di atas pasir dan bebatuan yang
panas membara. Kulit mereka menjadi keras seperti kulit binatang. Sebagai
contohnya bagaimana penderitaan Bilal (ra) dalam menghadapi kekejaman
orang-orang kufar Quraisy. Bilal dibaringkan di atas pasir yang panas membara,
ditimbuni batu dan anak-anak disuruh menari-nari di atas dadanya, dan
majikannya, Umayya bin Khaif, menganiayanya sedemikian rupa dan kemudian
menyuruhnya menanggalkan kepercayaan kepada Allah dan Rasulullah untuk memuja
berhala-berhala Mekkah, Lat dan Uzza. Bilal hanya mengatakan, “Ahad, Ahad”
(Tuhan itu Tunggal). Meluap-luap di dalam kemarahan, Umayya menyerahkan Bilal
kepada anak-anak jalanan, menyuruh mereka mengikat tali pada lehernya dan
menghela dia melalui kota di atas batu-batu tajam. Badan Bilal berlumur darah
tetapi terus menggumamkan kata Ahad, Ahad.
Walaupun
demikian kerasnya penentangan yang dihadapi oleh Rasululah (saw) akan tetapi
beliau (saw) tetap mengajarkan kepada para pengikutnya untuk berbuat kebaikan
walaupun kepahitan karena penganiayaan terus-menerus diterimanya. Beliau (saw)
tidak pernah mengajarkan untuk membalas semua keaniayaan mereka dengan hal yang
serupa. Beliau (saw) tetap saja menyerukan untuk berbuat baik kepada
siapa saja termasuk kepada tetangga sendiri walaupun mereka membalasnya dengan
tindakan keji dan aniaya. Rasulullah (saw) bersabda : Hak tetangga ialah bila dia sakit kamu kunjungi dan
bila wafat kamu menghantar jenazahnya. Bila dia membutuhkan uang kamu pinjami
dan bila dia mengalami kemiskinan (kesukaran) kamu tutup-tutupi (rahasiakan).
Bila dia memperoleh kebaikan kamu mengucapkan selamat kepadanya dan bila dia
mengalami musibah kamu datangi untuk menyampaikan rasa duka. Janganlah
meninggikan bangunan rumahmu melebihi bangunan rumahnya yang dapat menutup
kelancaran angin baginya dan jangan kamu mengganggunya dengan bau periuk
masakan kecuali kamu menciduk sebagian untuk diberikan kepadanya.
(HR. Ath-Thabrani)
Kezaliman
dan kekejaman yang ditimpakan kepada para pengikutnya pun dialami sendiri oleh
beliau (saw). Pada suatu waktu
beliau sedang sembahyang. Serombongan kaum kufar melilitkan sehelai jubah kepada
leher beliau dan menghela beliau, tampak mata beliau pun akan keluar dari kelopaknya.
Abu Bakar kebetulan ada dan menyelamatkan beliau sambil berkata, “Kamu mencoba
mau membunuhnya karena ia mengatakan bahwa Tuhan itu sembahannya?” Pada
peristiwa lain beliau sedang shalat, ketika bersujud mereka meletakkan di atas
punggung beliau jeroan-jeroan unta. Beliau tak dapat bergerak apalagi bangkit
sebelum beban itu dilepaskan. Di kesempatan lainnya lagi beliau sedang berjalan
di jalan raya dan serombongan anak-anak jalanan mengikuti beliau. Mereka tak
henti-hentinya memukuli kuduk beliau dan mengatakan kepada khalayak ramai,
“Inilah orang yang mengaku nabi.” Demikianlah kebencian dan permusuhan terhadap
beliau terus berlaku dan beliau dengan penuh ketawakalan serta kesabaran
menerimanya.
Penentangan
demi penentangan yang beliau (saw) alami tidak menyurutkan semangat beliau
untuk merubah kondisi umat yang jahiliyyah menjadi orang-orang yang mengenal
Tuhannya. Dakwah mengenai ketauhidan Tuhan terus menerus beliau sampaikan
dengan cara-cara yang damai, bijaksana dan memperhatikan nilai-nilai humanis.
Begitu luhur dan tingginya ajaran yang beliau (saw) sampaikan kepada para
pengikutnya untuk bisa menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai contohnya
beliau (saw) selalu menekankan untuk memperhatikan kaum yang lemah, sebagaimana
sabdanya : Tiadalah kamu
mendapat pertolongan (bantuan) dan rezeki kecuali karena orang-orang yang lemah
dari kalanganmu. (HR. Bukhari). Beliau (saw) juga bersabda : Pertolonganmu terhadap orang lemah adalah sedekah
yang paling utama. (HR.
Ibnu Abi Ad-Dunia dan Asysyihaab).
Sehingga
pantaslah apabila Allah Ta’ala sendiri menganugerahkan kedudukan yang sangat
mulia kepada Rasulullah (saw) di sisi-Nya karena jasa-jasa beliau (saw)
menyelamatkan umat manusia dari segala bentuk kekufuran. Penghargaan itu
begitu tingginya sehingga di dalam al-Quran Allah Ta’ala berfirman :
Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya. (al-Ahzab [33]:56).
Oleh
karena itu menjadi kewajiban umat Islam untuk banyak bershalawat kepada
Rasulullah (saw) sebab Allah Ta’ala sendiri dan para malaikat-Nya pun tidak
pernah berhenti bershalawat kepada beliau (saw). Karena sebenarnya, shalawat
yang disampaikan kepada Rasulullah (saw) akan kembali kepada mereka yang
menyampaikannya. Analoginya adalah seperti sinar yang dipancarkan ke cermin
maka sinar itu akan memantul kembali dengan sendirinya. Demikian pula dengan
shalawat kepada Rasulullah (saw) adalah untuk kemanfaatan umat Islam itu
sendiri. Sebab Rasulullah (saw) telah mendapat jaminan dari Allah Ta’ala akan
diberikan berkat dan rahmat yang tak pernah terputus dan itulah makna dari
Allah Ta’ala dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Rasulullah (saw). Di
dalam sebuah riwayat, Rasulullah (saw) bersabda : Tiada
seorangpun yang member salam (shalawat) kepadaku, melainkan Allah mengembalikan
ruhku, sehingga saya dapat menjawab salam dari orang itu.(Imam abu
Dawud dengan isnad shahih). Dengan demikian semua shalawat yang disampaikan
kepada beliau (saw) akan kembali kepada diri orang yang menyampaikannya
masing-masing.
Akan
tetapi yang harus diperhatikan adalah kualitas dari shalawat itu sendiri.
Hendaknya shalawat yang disampaikan kepada Rasulullah (saw) adalah shalawat
yang memiliki kualitas sempurna sehingga berkat dari shalawat juga bisa diraih.
Sebagaiman sabda Rasulullah (saw) : Barangsiapa
yang membaca shalawat kepadaku sekali, maka Allah akan memberikan rahmat
kepadanya sepuluh kali dengan sebab sekali shalawat itu. (HR. Muslim). Oleh sebab itu berkat
shalawat akan dapat dicapai bila mulut bershalawat, hati juga bershalawat dan
amal perbuatan pun ikut bershalawat. Maksudnya adalah jangan sampai mulut terus
bershalawat akan tetapi amal perbuatan menunjukkan akhlak dan sikap yang sangat
jauh dari ajaran suci Rasulullah (saw). Rasulullah (saw) selalu
mengajarkan untuk mencintai, menyayangi dan mengasihi satu sama lain, akan
tetapi masih banyak ditemui diantara umat Rasulullah (saw) yang notabene
sama-sama bershalawat kepada rasulullah (saw) saling bertikai satu sama lain.
Hal ini adalah pemandangan yang paradoks karena bagaimana mungkin shalawat yang
terus dibaca akan menghasilkan kedengkian, rasa dendam, dan tindakan kekerasan
diantara umat beliau (saw). Hal ini sungguh merupakan kejadian yang sangat
ironis. Bagaimana mungkin rasulullah (saw) akan memberikan syafaat kepada
orang-orang diantara umat beliau (saw) yang selalu menebarkan benih-benih
permusuhan dan kebencian sedangkan beliau (saw) sendiri adalah sosok yang rahmatan lil ‘âlamîn yakni sosok penyeru kedamaian
dan keamanan secara global.
Justru
sebenarnya, shalawat adalah kata kunci terwujudnya perdamaian dan persatuan
diantara umat beliau (saw) apabila umatnya memperhatikan esensi dari shalawat
itu sendiri. Seharusnya shalawat yang terus disampaikan oleh umat beliau (saw)
akan melahirkan sikap saling manyayangi dan mengasihi sehingga persatuan
diantara umat beliau (saw) akan dapat terwujud. Shalawat kepada Rasulullah
(saw) adalah bukti kecintaan umat Islam kepada Rasulullah (saw) akan tetapi hal
itu juga harus dibarengi dengan semangat untuk meneladani seluruh contoh dan
sunnah beliau (saw) secara komprehensif. Shalawat dengan implementasi amal yang
sempurna akan dapat menyumbangkan kontribusi terbaik demi terwujudnya perdamaian
secara global.
Love
for All, Hatred for None
Idris
Prasetyo
Sumber : Kompasiana
0 comments:
Post a Comment